MAKALAH
BIROKRASI
“PATOLOGI BIROKRASI, SEBAB DAN
IMPLIKASINYA BAGI KINERJA BIROKRASI”
Oleh :
KELOMPOK
1
1.
ASDALIANI 14042001
2.
LIA
ANGRAINI 14042004
3.
MASNAH
RAHAYU 14042005
4.
NILAM
SATMA 14042007
5.
NIRA
ELSA RAMADHANI 14042009
6.
RAHMI
SUCI 14042010
ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU – ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis
sampaikan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya lah maka penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “PATOLOGI BIROKRASI, SEBAB DAN IMPLIKASINYA BAGI KINERJA BIROKRASI”.
Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad
SAW.
Dalam penulisan
makalah ini penulis mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT
yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Fitri Eriyanti, M.Pd., Ph.D.
selaku dosen pembimbing mata kuliah Birokrasi, karena atas bimbingan dan
dorongan dari beliaulah makalah yang dianjurkan dalam rangka melengkapi
tugas-tugas Birokrasi ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis yang telah memotivasi
serta mendo’akan anak-anak beliau juga kepada semua pihak yang telah ikut serta
dalam penyusunan makalah ini yang tidak dapat penulis cantumkan satu per satu.
Penulis berharap semoga
Allah memberikan imbalan yang setimpal kepada mereka yang telah memberikan
sumbangan moril dan materil dan semoga menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah, Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.
Akhir kata, penulis
mengakui bahwa makalah ini masih belum sempurna mengingat keterbatasan ilmu dan
pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca, agar makalah ini lebih baik dari yang sekarang ini.
Semoga Allah SWT meridhai segala usaha kita. Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.
Padang, Oktober
2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Berbagai
keluhan dan kritikan mengenai kinerja birokrasi memang bukan hal baru lagi,
karena sudah ada sejak zaman dulu. Apabila ditelusuri lebih jauh, gejala
patologi dalam birokrasi, menurut Sondang P. Siagian, bersumber pada lima
masalah pokok. Pertama, persepsi gaya manajerial para pejabat di lingkungan
birokrasi yang menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi. Hal ini mengakibatkan
bentuk patologi seperti: penyalahgunaan wewenang dan jabatan menerima sogok,
dan nepotisme.
Kedua,
rendahnya pengetahuan dan keterampilan para petugas pelaksana berbagai kegiatan
operasional, mengakibatkan produktivitas dan mutu pelayanan yang rendah, serta
pegawai sering berbuat kesalahan. Ketiga, tindakan pejabat yang melanggar
hukum, dengan ''penggemukan'' pembiayaan, menerima sogok, korupsi dan
sebagainya. Keempat, manifestasi perilaku birokrasi yang bersifat disfungsional
atau negatif, seperti: sewenang-wenang, pura-pura sibuk, dan diskriminatif.
Kelima, akibat situasi internal berbagai instansi pemerintahan yang berakibat
negatif terhadap birokrasi, seperti: imbalan dan kondisi kerja yang kurang
memadai, ketiadaan deskripsi dan indikator kerja, dan sistem pilih kasih.
Atas
dasar tersebut diatas maka kami membuat makalah yang berjudul “Patologi
Birokrasi, Sebab dan Implikasinya bagi Kinerja Birokrasi”
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis
mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
a. Apa definisi dari Patologi Birokrasi
?
b. Bagaimana gejala – gejala dari
Patologi Birokrasi?
c. Apa saja sebab – sebab dan implikasi
bagi kinerja Birokrasi?
d. Apa saja bentuk dan macam Patologi
Birokrasi ?
e. Bagaimana solusi dari permasalahan Patologi
Birokrasi ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah :
a.
Mendefinisikan
secara jelas mengenai patologi birokrasi
b.
Untuk
mengetahui gejala – gejala dari Patologi Birokrasi
c.
Untuk
mengetahui sebab – sebab dan apa implikas bagi kinerja birokrasi
d.
Untuk
mengetahui apa saja bentuk dan macam – macam patologi birokrasi
e.
Untuk
mencoba menganalisis dan memberikan solusi terhadap patologi birokrasi
f.
Untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Birokrasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Patologi Birokrasi
Di dalam dunia medis dikenal dengan istilah patologi yang
memiliki pengertian penyakit. Dari pengertian diatas mungkin ada
ketidaksinkronan dalam pemaduan dua kata namun itu hanyalah sekedar istilah
untuk menggambarkan bahwa dalam birokrasi di Indonesia masih belum tertata
dengan baik. Patologi birokrasi adalah penyakit dalam birokrasi Negara
yang muncul akibat perilaku para birokrat dan kondisi yang membuka kesempatan
untuk itu, baik yang menyangkut politis, ekonomis, social cultural dan
teknologikal. Bahayanya manakala penyakit tersebut tidak segera di ”periksa”ke
ahlinya maka akan menggejala dalam sebuah sistem yang tidak ada ujung dan
pangkalnya. Dalam birokrasi ada sebuah sistem yang sulit ditembus karena
permasalahan kultur. Melihat birokrasi di Indonesia tidak bisa dilepaskan
dengan budaya politik yang ada di Indonesia. Budaya inilah yang sangat sulit
dirubah karena berkaitan dengan moral Sumber Daya Manusia. Ini menjadi gejala
awal ”penyakit” karena meskipun perekrutan dilaksanakan secara terbuka namun
masih ada fenomena kecenderungan ke arah patronase. Sebuah pola yang
memanfaatkan ”simbiosis mutualisme” (hubungan yang bersifat menguntungkan).Maka
dari itu perlu penataan kembali birokrasi di Indonesia agar terwujud pelayanan
prima.
Simbiosis mutualisme yang terjadi
dengan mempertukarkan atau bisa jadi sebuah hubungan atau relasi kekeluargaan
yang mengesampingkan kualitas sehingga pada saat mereka melakukan pelayanan
publik kurang optimal karena keterbatasan kemampuanakibat perekrutan yang
dilakukan sebuah formalitas belaka. Mental yang dimilikipun sudah ada ”bawaan”
mental korup karena pada saat memasuki sistem ada sumber daya yang mereka
pertukarkan dengan si patron (orang yang memiliki kekuasaan). Pada akhirnya
mental sebagai abdi negara tidak muncul yang ada hanyalah mental yang taat pada
”si patron” sehingga kepentingan publik menjadi terbengkalai. Hubungan ini bisa
diibaratkan seperti lingkaran setan.
Untuk memangkas rantai ini bukan hal
yang mudah karena perekrutan yang dilaksanakan secara terbuka bahkan tanpa
mempertukarkan sumber dayapun dapat terjangkiti penyakit karena ”orang sehat”
masuk ke tempat yang kotor atau tempat yang banyak menghasilkan bibit penyakit
dan menularkan penyakit sangat mampu membuat orang yang sehat menjadi sakit dan
menyebarkan virus ke yang lainnya. Untuk itulah diperlukan sebuah kekebalan
atau imunitas agar virus itu tidak menggerogoti yang lain. Bagi yang sudah
terkena penyakit hendaklah disembuhkan terlebih dahulu. Mencari format baru
untuk menata birokrasi Indonesia bisa dilakukan dengan pembangunan mental
(mental building) yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
Menurut Taliziduhu Ndraha, Miftah Thoha, Peter M. Blau, David Osborne,
JW Schoorl) Patologi
birokrasi adalah penyakit, perilaku negatif, atau penyimpangan yang dilakukan
pejabat atau lembaga birokrasi dalam rangka melayani publik, melaksanakan
tugas, dan menjalankan program pembangunan.
Patologi Birokrasi (Bureaupathology) adalah himpunan dari
perilaku-perilaku yang kadang-kadang disibukkan oleh para birokrat. Fitur dari
patologi birokrasi digambarkan oleh Victor A Thompson seperti “sikap menyisih
berlebihan, pemasangan taat pada aturan atau rutinitas-rutinitas dan
prosedur-prosedur, perlawanan terhadap perubahan, dan desakan picik atas
hak-hak dari otoritas dan status.
B.
Gejala – gejala Patologi Birokrasi
Apabila ditelusuri lebih jauh, gejala patologi dalam
birokrasi, menurut Sondang P. Siagian, bersumber pada lima masalah pokok ;
Pertama, persepsi
gaya manajerial para pejabat di lingkungan birokrasi yang menyimpang dari
prinsip-prinsip demokrasi. Hal ini mengakibatkan bentuk patologi seperti:
penyalahgunaan wewenang dan jabatan menerima sogok, dan nepotisme.
Kedua, rendahnya pengetahuan dan keterampilan para petugas
pelaksana berbagai kegiatan operasional, mengakibatkan produktivitas dan mutu
pelayanan yang rendah, serta pegawai sering berbuat kesalahan.
Ketiga, tindakan pejabat yang melanggar hukum, dengan
”penggemukan” pembiayaan, menerima sogok, korupsi dan sebagainya.
Keempat, manifestasi perilaku birokrasi yang bersifat
disfungsional atau negatif, seperti: sewenang-wenang, pura-pura sibuk, dan
diskriminatif.
Kelima, akibat situasi internal berbagai instansi
pemerintahan yang berakibat negatif terhadap birokrasi, seperti: imbalan dan
kondisi kerja yang kurang memadai, ketiadaan deskripsi dan indikator kerja, dan
sistem pilih kasih
C.
Sebab dan Implikasi bagi Kinerja Birokrasi
Adapun ruang lingkup patologi birokrasi itu sendiri bila
menggunakan terminologi Smith berkenaan dengan kinerja birokrasi yang buruk,
dapat dipetakan dalam dua konsep besar yakni :
- Disfunctions of bureaucracy, yakni berkaitan dengan struktur, aturan, dan prosedur atau berkaitan dengan karakteristik birokrasi atau birokrasi secara kelembagaan yang jelek, sehingga tidak mampu mewujudkan kinerja yang baik, atau erat kaitannya dengan kualitas birokrasi secara institusi.
- Mal administration, yakni berkaitan dengan ketidakmampuan atau perilaku yang dapat disogok, meliputi :perilaku korup, tidak sensitive, arogan, misinformasi, tidak peduli dan bias, atau erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusianya atau birokrat yang ada di dalam birokrasi.
Faktor penyebab lain dari patologi birokrasi Menurut JW
Schoorl (1984) antara lain:
- Kekurangan Administrator yang cakap,
- Besarnya jumlah aparat birokrasi,
- Luasnya tugas pemerintahan,
- Anasir tradisional (nepotisme, patrimonial, hirarkis), dan
- Sentralisasi dan besarnya kekuasaan birokrasi.
Menurut Miftah Thoha (2003), Peter M. Blau dan Marshal W
Meyer (2000), Taliziduhu Ndraha (2003)antara lain:
- Lemahnya faktor moral,
- Gaji rendah,
- Sistem rekrutmen dan promosi tidak baik,
- Aturan dan mekanisme kerja belum jelas,
- Birokrasi berpotensi politis, dan
- Lemahnya pengawasan
Prof.Dr.Sondang P.Siagian, MPA dalam bukunya ”Patologi
Birokrasi: Analisis,Identifikasi dan Terapinya” (1994) menyebut serangkaian
contoh penyakit (patologi) birokrasi yang lazim dijumpai. Penyakit - penyakit
tersebut dapat dikategorikan dalam lima macam :
- Patologi yang timbul karena persepsi dan gaya menejerial para pejabat dilingkungan birokrasi (birokrat). Diantara patologi jenis ini antara lain, penyalahgunaan wewenang dan jabatan, menerima suap, arogansi dan intimidasi, kredibilitas rendah, dan nepotisme.
- Patologi yang timbul karena kurangnya atau rendahnya pengetahuan ketrampilan para petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional.Diantara patologi jenis ini antara lain, ketidaktelitian dan ketidakcekatan, ketidakmampuan menjabarkan kebijakan pimpinan, rasa puas diri, bertindak tanpa pikir, kemampuan rendah, tidak produktif, dan kebingungan.
- Patologi yang timbul karena karena tindakan para anggota birokrasi melanggar norma hukum dan peraturan perundang - undangan yang berlaku. Diantara patologi jenis ini antara lain, menerima suap, korupsi, ketidakjujuran, kleptokrasi, dan mark up anggaran.
- Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrasi yang bersifat disfungsional atau negatif.Diantara patologi jenis ini antara lain, bertindak sewenang-wenang, konspirasi, diskriminatif, dan tidak disiplin.
- Patologi yang merupakan akibat situasi internal dalam berbagai instansi di lingkungan pemerintah.Diantara patologi jenis ini antara lain, eksploitasi bawahan, motivasi tidak tepat, beban kerja berlebihan, dan kondisi kerja kurang kondusif.
Implikasi patologi birokrasi
- Merugikan birokrasi sendiri (krisis kepercayaan, delegitimasi sosial, dll), masyarakat, stakeholder, bangsa dan negara.
- Menghambat tercapainya kemajuan, modernisasi, dan kesejahteraan.
- Memicu kerawanan sosial dan perubahan sistem secara evolusi dan revolusi.
D. Bentuk dan Macam – Macam Patologi Birokrasi
Persepsi, Perilaku, dan Gaya
Manajerial
|
Kurangnya pengetahuan-Keterampilan
|
Tindakan Melanggar Hukum
|
Dimanifestasikan ke dalam Perilaku
Disfungsional
|
Berkenaan dengan Situasi Internal
Birokrasi
|
Penyalahgunaan wewenang dan
jabatan
|
Ketidakmampuan menjabarkan
kebijaksanaan pimpinan
|
Penggemukan biaya
|
Bertindak sewenang-wenang
|
Penempatan tujuan dan sasaran yang
tidak tepat
|
Persepsi atas dasar prasangka
|
Ketidaktelitian
|
Menerima sogokan
|
Pura-pura sibuk
|
Kewajiban sosial sebagai beban
|
Mengaburkan masalah
|
Rasa puas diri
|
Ketidakjujuran
|
Paksaan
|
Eksploitasi
|
Menerima sogokan
|
Bertindak tanpa berfikir
|
Korupsi
|
Konspirasi
|
Ekstorsi
|
Pertentangan kepentingan
|
Kebingungan
|
Tindakan criminal
|
Sikap takut
|
Tidak tanggap
|
Cenderung mempertahankan status
quo
|
Tindakan yang tidak produktif
|
Penipuan
|
Penurunan mutu
|
Pengangguran terselubung
|
Empire Building
|
Tidak adanya kemampuan berkembang
|
Kleptokrasi
|
Tidak sopan
|
Motivasi yang tidak tepat
|
Bermewah-mewah
|
Mutu hasil pekerjaan yang rendah
|
Kontrak fiktif
|
Diskriminasi
|
Imbalan yang tidak memadai
|
Pilih kasih
|
Kedangkalan
|
Sabotase
|
Cara kerja legalistis
|
Kondisi kerja yang kurang memadai
|
Takut pada perubahan, inovasi, dan
resiko
|
Ketidakmampuan belajar
|
Tata buku tidak benar
|
Dramatisasi
|
Inconvenience
|
Penipuan
|
Ketidaktepatan tindakan
|
Pencurian
|
Sulit dijangkau
|
Pekerjaan tidak kompatibel
|
Sikap sombong
|
Inkompetensi
|
Sikap tidak acuh
|
Tidak adanya indikator kinerja
|
|
Ketidakpedulian pada kritik dan
saran
|
Ketidakcekatan
|
Tidak disiplin
|
Kekuasaan kepemimpinan
|
|
Jarak kekuasaan
|
Ketidakteraturan
|
Inesia
|
Miskomunikasi
|
|
Tidak mau bertindak
|
Melakukan tindakan yang tidak
relevan
|
Kaku
|
Misinformasi
|
|
Takut mengambil keputusan
|
Sikap ragu-ragu
|
Tidak berperikemanusiaan
|
Beban kerja yang terlalu berat
|
|
Sifat menyalahkan orang lain
|
Kurangnya Imajinasi
|
Tidak peka
|
Terlalu banyak pegawai
|
|
Tidak adil
|
Kurangnya prakarsa
|
Sikap lunak
|
Sistem pilih kasih
|
|
Intimidasi
|
Kemampuan rendah
|
Tidak peduli mutu kerja
|
Sasaran yang tidak jelas
|
|
Kurang komitmen
|
Bekerja tidak produktif
|
Salah tindak
|
Kondisi kerja yang tidak nyaman
|
|
Kurang koordinasi
|
Ketidakrapian
|
Semangat yang salah tempat
|
Sarana dan prasarana yang tidak
tepat
|
|
Kurang kreativitas dan
eksperimentasi
|
Stagnasi
|
Negativism
|
Perubahan sikap yang mendadak
|
|
Kredibilitas rendah
|
Melalaikan tugas
|
|||
Kurangnya visi yang imajinatif
|
Tanggungjawab rendah
|
|||
Kedengkian
|
Lesu darah
|
|||
Nepotisme
|
Paparazzi
|
|||
Tindakan tidak rasional
|
Melaksanakan kegiatan yang tidak
relevan
|
|||
Bertindak di luar wewenang
|
Red Tape
|
|||
Paranoia
|
Kerahasiaan
|
|||
Sikap opresif
|
Utamakan kepentingan sendiri
|
|||
Patronase
|
Suboptimasi
|
|||
Penyeliaan dengan pendekatan
punitive
|
Syncophancy
|
|||
Keengganan mendelegasikan
|
Tampering
|
|||
Keenganan pikul tanggungjawab
|
Imperative wilayah kekuasaan
|
|||
Ritualisme
|
Tokenism
|
|||
Astigmatisme
|
Tidak professional
|
|||
Xenophobia
|
Sikap tidak wajar
|
|||
Melampui wewenang
|
||||
Vasted interest
|
||||
Pertentangan kepentingan
|
||||
Pemborosan
|
Contoh Data Kasus
Dari kasus di lapangan
yang ada, dapat dilihat bahwa hal tersebut juga menunjukkan adanya patologi
dalam birokrasi khususnya di daerah Kabupaten Bengkalis. Yaitu:
Terkait beberapa isu
penyakit di kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Bengkalis dapat dilihat
beberapa diantaranya masuk dalam kategori patologi birokrasi Patologi yang
timbul karena persepsi dan gaya manajerial para birokrat. Misalnya dalam hal
kurang disiplin, ini terbukti dengan adanya para PNS yang tertangkap sedang
berada di warung kopi pada saat jam kerja. tentunya kejadian ini bisa di temui
pada saat terjadi Razia. Seperti yang di lihat dari “TribunPekanbaru.com”
terbukti bahwa Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Riau, Nizhamul,
Kamis (22/03/2012)pagi, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah melakukan Razia
Terhadap PNS, dan mereka menemukan atau sudah mendata ada 49 PNS yang
tertangkap tangan sedang nongkrong di Kedai kopi pada saat jam kerja. Melihat
situasi yang ada, penyakit tersebut terlihat bahwa masalahnya adalah pada
kredibilitas terhadap kinerja yang rendah.
Ironis memang jika
ternyata masih banyak anggota PNS yang tidak taat pada disiplin, padahal.
Tentunya mereka tahu akan Peraturan dan Undang-Undang yang berlaku. Dan dari
beberapa patologi yang terjadi pada PNS yang ada di Kabupaten Bengkalis, maka
hal itu memiliki dampak, yaitu antara lain:
Merugikan birokrasi sendiri (krisis kepercayaan, delegitimasi
sosial, dll), masyarakat,stakeholder, bangsa dan negara.
Menghambat tercapainya kemajuan, modernisasi, dan kesejahteraan.
Memicu kerawanan sosial dan perubahan sistem secara evolusi dan
revolusi.
Ketidakefektifan satu
saja dari asas-asas umum penyelenggaraan negara akan memeberikan dampak yang
signifikan dalam hal penjabaran fungsi pelayanan masyarakat. Selain itu sangat
mungkin hal ini akan menjangkiti efektifitas asas-asas lainnya.
E. Solusi dari Permasalahan Patologi Birokrasi
Ada penyakit ada pula
obatnya. Untuk mengatasi Patologi Birokrasi, seyogyanya seluruh lapisan
masyarakat saling bahu-membahu bekerjasama untuk melaksanakan proses
pemerintahan bersama dengan sebaik-baiknya. Solusi dari Patologi Birokrasi
tidak akan menjadi obat yang mujarab jika seluruh lapisan masyarakat tidak
saling mendukung.
Hal ini dikarenakan
setiap elemen baik dari pemerintah, dunia bisnis, masyarakat kecil, dan pihak
swasta memiliki keterkaitan yang sangat erat dalam berjalannya pemerintahan
yang baik.
Solusi Yang Ditawarkan Untuk Mengatasi Patologi Birokrasi Yaitu :
Pertama, perlu adanya reformasi administrasi yang
global. Artinya reformasi administrasi bukan hanya sekedar mengganti personil
saja, bukan hanya merubah nama intansi tertentu saja, bukan hanya mengganti
papan nama di depan kantor saja, atau bukan hanya mengurangi atau merampingkan
birokrasi saja, tetapi juga melakukan reformasi pada hal yang tidak kasat mata
seperti upgrading kualitas birokrat, sekolah moral, dan
merubah cara pandang birokrat terhadap dirinya dan institusi bahwa birokrasi
merupakan suatu alat pelayanan publik dan bukan untuk mencari keuntungan.
Kedua, pembentukan kekuatan hukum dan per-Undang-Undangan yang
jelas. Kekuatan hukum sangat berpengaruh pada kejahatan-kejahatan, termasuk
kejahatan dan penyakait-penyakit yang ada di dalam birokrasi. Kita sering
melihat bahwa para koruptor tidak pernah jera walaupun sering keluar masuk
buih. Ini dikarenakan hukuman yang diterima tidak sebanding dengan apa yang
telah diperbuat.
Pembentukan supremasi hukum dapat dilakukan
dengan cara
1.
Kepemimpinan yang adil dan kuat
2. Alat
penegak hukum yang yang kuat dan bersih dari kepentingan politik
3. Adanya
pengawasan tidak berpihak dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan dalam
birokrasi.
Ketiga, ialah dengan cara menciptakan sistem akuntabilitas dan
transparansi. Kurangnya rasa bertanggung jawab yang ada dalam birokrasi membuat
para birokrat semakin berani untuk menyeleweng dari hal yang semestinya
dilakukan. Pengawasan dari bawah dan dari atas merupakan alat dari penciptaan
akuntabilitas dan transparansi ini. Pembentukan E-Governmentdiharapkan
mampu menambah transparansi sehingga mampu memperkuat akuntabilitas para
birokrat
Keempat, hal
yang masih ada hubungannya denga ketiga faktor di atas, yakni dengan menegakkan Good Governance. Meskipun konsep governance masih belum
jelas dan masih menjadi perdebatan, namun akumulasi ketidakpercayaan masyarakat
terhadap pemerintah membuat beberapa kalangan menekan untuk segera
diterapkannya good governance
concep
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Thoha, Miftah. 2003. Birokrasi dan Politik di Indonesia.
Jakarta : Raja Grafindo
Sondang, P. Siagian. 1994. Patologi Birokrasi Analisis
Identifikasi dan terapinya. Jakarta : Ghalia Indonesia