Rabu, 23 November 2016

Patologi Birokrasi



MAKALAH
BIROKRASI
PATOLOGI BIROKRASI, SEBAB DAN IMPLIKASINYA BAGI KINERJA BIROKRASI

Oleh :
KELOMPOK 1
1.     ASDALIANI                                 14042001
2.     LIA ANGRAINI                           14042004
3.     MASNAH RAHAYU                    14042005
4.     NILAM SATMA                          14042007
5.     NIRA ELSA RAMADHANI       14042009
6.     RAHMI SUCI                              14042010



ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU – ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya lah maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “PATOLOGI BIROKRASI, SEBAB DAN IMPLIKASINYA BAGI KINERJA BIROKRASI”. Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Fitri Eriyanti, M.Pd., Ph.D. selaku dosen pembimbing mata kuliah Birokrasi, karena atas bimbingan dan dorongan dari beliaulah makalah yang dianjurkan dalam rangka melengkapi tugas-tugas Birokrasi ini dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua penulis yang telah memotivasi serta mendo’akan anak-anak beliau juga kepada semua pihak yang telah ikut serta dalam penyusunan makalah ini yang tidak dapat penulis cantumkan satu per satu.
Penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal kepada mereka yang telah memberikan sumbangan moril dan materil dan semoga menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.
Akhir kata, penulis mengakui bahwa makalah ini masih belum sempurna mengingat keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, agar makalah ini lebih baik dari yang sekarang ini. Semoga Allah SWT meridhai segala usaha kita. Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.

Padang,  Oktober  2015
      

       Penulis     


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Berbagai keluhan dan kritikan mengenai kinerja birokrasi memang bukan hal baru lagi, karena sudah ada sejak zaman dulu. Apabila ditelusuri lebih jauh, gejala patologi dalam birokrasi, menurut Sondang P. Siagian, bersumber pada lima masalah pokok. Pertama, persepsi gaya manajerial para pejabat di lingkungan birokrasi yang menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi. Hal ini mengakibatkan bentuk patologi seperti: penyalahgunaan wewenang dan jabatan menerima sogok, dan nepotisme.
Kedua, rendahnya pengetahuan dan keterampilan para petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional, mengakibatkan produktivitas dan mutu pelayanan yang rendah, serta pegawai sering berbuat kesalahan. Ketiga, tindakan pejabat yang melanggar hukum, dengan ''penggemukan'' pembiayaan, menerima sogok, korupsi dan sebagainya. Keempat, manifestasi perilaku birokrasi yang bersifat disfungsional atau negatif, seperti: sewenang-wenang, pura-pura sibuk, dan diskriminatif. Kelima, akibat situasi internal berbagai instansi pemerintahan yang berakibat negatif terhadap birokrasi, seperti: imbalan dan kondisi kerja yang kurang memadai, ketiadaan deskripsi dan indikator kerja, dan sistem pilih kasih.
Atas dasar tersebut diatas maka kami membuat makalah yang berjudul “Patologi Birokrasi, Sebab dan Implikasinya bagi Kinerja Birokrasi”

1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
a.       Apa definisi dari Patologi Birokrasi ?
b.      Bagaimana gejala – gejala dari Patologi Birokrasi?
c.       Apa saja sebab – sebab dan implikasi bagi kinerja Birokrasi?
d.      Apa saja bentuk dan macam Patologi Birokrasi ?
e.       Bagaimana solusi dari permasalahan Patologi Birokrasi ?


1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
a.       Mendefinisikan secara jelas mengenai patologi birokrasi
b.      Untuk mengetahui gejala – gejala dari Patologi Birokrasi
c.       Untuk mengetahui sebab – sebab dan apa implikas bagi kinerja birokrasi
d.      Untuk mengetahui apa saja bentuk dan macam – macam patologi birokrasi
e.       Untuk mencoba menganalisis dan memberikan solusi terhadap patologi birokrasi
f.       Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Birokrasi


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Patologi Birokrasi
Di dalam dunia medis dikenal dengan istilah patologi yang memiliki pengertian penyakit. Dari pengertian diatas mungkin ada ketidaksinkronan dalam pemaduan dua kata namun itu hanyalah sekedar istilah untuk menggambarkan bahwa dalam birokrasi di Indonesia masih belum tertata dengan baik. Patologi birokrasi adalah penyakit dalam birokrasi Negara yang muncul akibat perilaku para birokrat dan kondisi yang membuka kesempatan untuk itu, baik yang menyangkut politis, ekonomis, social cultural dan teknologikal. Bahayanya manakala penyakit tersebut tidak segera di ”periksa”ke ahlinya maka akan menggejala dalam sebuah sistem yang tidak ada ujung dan pangkalnya. Dalam birokrasi ada sebuah sistem yang sulit ditembus karena permasalahan kultur. Melihat birokrasi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dengan budaya politik yang ada di Indonesia. Budaya inilah yang sangat sulit dirubah karena berkaitan dengan moral Sumber Daya Manusia. Ini menjadi gejala awal ”penyakit” karena meskipun perekrutan dilaksanakan secara terbuka namun masih ada fenomena kecenderungan ke arah patronase. Sebuah pola yang memanfaatkan ”simbiosis mutualisme” (hubungan yang bersifat menguntungkan).Maka dari itu perlu penataan kembali birokrasi di Indonesia agar terwujud pelayanan prima.
Simbiosis mutualisme yang terjadi dengan mempertukarkan atau bisa jadi sebuah hubungan atau relasi kekeluargaan yang mengesampingkan kualitas sehingga pada saat mereka melakukan pelayanan publik kurang optimal karena keterbatasan kemampuanakibat perekrutan yang dilakukan sebuah formalitas belaka. Mental yang dimilikipun sudah ada ”bawaan” mental korup karena pada saat memasuki sistem ada sumber daya yang mereka pertukarkan dengan si patron (orang yang memiliki kekuasaan). Pada akhirnya mental sebagai abdi negara tidak muncul yang ada hanyalah mental yang taat pada ”si patron” sehingga kepentingan publik menjadi terbengkalai. Hubungan ini bisa diibaratkan seperti lingkaran setan.
Untuk memangkas rantai ini bukan hal yang mudah karena perekrutan yang dilaksanakan secara terbuka bahkan tanpa mempertukarkan sumber dayapun dapat terjangkiti penyakit karena ”orang sehat” masuk ke tempat yang kotor atau tempat yang banyak menghasilkan bibit penyakit dan menularkan penyakit sangat mampu membuat orang yang sehat menjadi sakit dan menyebarkan virus ke yang lainnya. Untuk itulah diperlukan sebuah kekebalan atau imunitas agar virus itu tidak menggerogoti yang lain. Bagi yang sudah terkena penyakit hendaklah disembuhkan terlebih dahulu. Mencari format baru untuk menata birokrasi Indonesia bisa dilakukan dengan pembangunan mental (mental building) yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
Menurut Taliziduhu Ndraha, Miftah Thoha, Peter M. Blau, David Osborne, JW Schoorl) Patologi birokrasi adalah penyakit, perilaku negatif, atau penyimpangan yang dilakukan pejabat atau lembaga birokrasi dalam rangka melayani publik, melaksanakan tugas, dan menjalankan program pembangunan.
Patologi Birokrasi (Bureaupathology) adalah himpunan dari perilaku-perilaku yang kadang-kadang disibukkan oleh para birokrat. Fitur dari patologi birokrasi digambarkan oleh Victor A Thompson seperti “sikap menyisih berlebihan, pemasangan taat pada aturan atau rutinitas-rutinitas dan prosedur-prosedur, perlawanan terhadap perubahan, dan desakan picik atas hak-hak dari otoritas dan status.

B. Gejala – gejala Patologi Birokrasi
Apabila ditelusuri lebih jauh, gejala patologi dalam birokrasi, menurut Sondang P. Siagian, bersumber pada lima masalah pokok ;
 Pertama, persepsi gaya manajerial para pejabat di lingkungan birokrasi yang menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi. Hal ini mengakibatkan bentuk patologi seperti: penyalahgunaan wewenang dan jabatan menerima sogok, dan nepotisme.
Kedua, rendahnya pengetahuan dan keterampilan para petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional, mengakibatkan produktivitas dan mutu pelayanan yang rendah, serta pegawai sering berbuat kesalahan.
Ketiga, tindakan pejabat yang melanggar hukum, dengan ”penggemukan” pembiayaan, menerima sogok, korupsi dan sebagainya.
Keempat, manifestasi perilaku birokrasi yang bersifat disfungsional atau negatif, seperti: sewenang-wenang, pura-pura sibuk, dan diskriminatif.
Kelima, akibat situasi internal berbagai instansi pemerintahan yang berakibat negatif terhadap birokrasi, seperti: imbalan dan kondisi kerja yang kurang memadai, ketiadaan deskripsi dan indikator kerja, dan sistem pilih kasih

C. Sebab dan Implikasi bagi Kinerja Birokrasi
Adapun ruang lingkup patologi birokrasi itu sendiri bila menggunakan terminologi Smith berkenaan dengan kinerja birokrasi yang buruk, dapat dipetakan dalam dua konsep besar yakni :
  1. Disfunctions of bureaucracy, yakni berkaitan dengan struktur, aturan, dan prosedur atau berkaitan dengan karakteristik birokrasi atau birokrasi secara kelembagaan yang jelek, sehingga tidak mampu mewujudkan kinerja yang baik, atau erat kaitannya dengan kualitas birokrasi secara institusi.
  2. Mal administration, yakni berkaitan dengan ketidakmampuan atau perilaku yang dapat disogok, meliputi :perilaku korup, tidak sensitive, arogan, misinformasi, tidak peduli dan bias, atau erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusianya atau birokrat yang ada di dalam birokrasi.
Faktor penyebab lain dari patologi birokrasi Menurut JW Schoorl (1984) antara lain:
  1. Kekurangan Administrator yang cakap,
  2. Besarnya jumlah aparat birokrasi,
  3. Luasnya tugas pemerintahan,
  4. Anasir tradisional (nepotisme, patrimonial, hirarkis), dan
  5. Sentralisasi dan besarnya kekuasaan birokrasi.
Menurut Miftah Thoha (2003), Peter M. Blau dan Marshal W Meyer (2000), Taliziduhu Ndraha (2003)antara lain:
  1. Lemahnya faktor moral,
  2. Gaji rendah,
  3. Sistem rekrutmen dan promosi tidak baik,
  4. Aturan dan mekanisme kerja belum jelas,
  5. Birokrasi berpotensi politis, dan
  6. Lemahnya pengawasan
Prof.Dr.Sondang P.Siagian, MPA dalam bukunya ”Patologi Birokrasi: Analisis,Identifikasi dan Terapinya” (1994) menyebut serangkaian contoh penyakit (patologi) birokrasi yang lazim dijumpai. Penyakit - penyakit tersebut dapat dikategorikan dalam lima macam :
  1. Patologi yang timbul karena persepsi dan gaya menejerial para pejabat dilingkungan birokrasi (birokrat). Diantara patologi jenis ini antara lain, penyalahgunaan wewenang dan jabatan, menerima suap, arogansi dan intimidasi, kredibilitas rendah, dan nepotisme.
  2. Patologi yang timbul karena kurangnya atau rendahnya pengetahuan ketrampilan para petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional.Diantara patologi jenis ini antara lain, ketidaktelitian dan ketidakcekatan, ketidakmampuan menjabarkan kebijakan pimpinan, rasa puas diri, bertindak tanpa pikir, kemampuan rendah, tidak produktif, dan kebingungan.
  3. Patologi yang timbul karena karena tindakan para anggota birokrasi melanggar norma hukum dan peraturan perundang - undangan yang berlaku. Diantara patologi jenis ini antara lain, menerima suap, korupsi, ketidakjujuran, kleptokrasi, dan mark up anggaran.
  4. Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para birokrasi yang bersifat disfungsional atau negatif.Diantara patologi jenis ini antara lain, bertindak sewenang-wenang, konspirasi, diskriminatif, dan tidak disiplin.
  5. Patologi yang merupakan akibat situasi internal dalam berbagai instansi di lingkungan pemerintah.Diantara patologi jenis ini antara lain, eksploitasi bawahan, motivasi tidak tepat, beban kerja berlebihan, dan kondisi kerja kurang kondusif.
Implikasi patologi birokrasi
  1. Merugikan birokrasi sendiri (krisis kepercayaan, delegitimasi sosial, dll), masyarakat, stakeholder, bangsa dan negara.
  2. Menghambat tercapainya kemajuan, modernisasi, dan kesejahteraan.
  3. Memicu kerawanan sosial dan perubahan sistem secara evolusi dan revolusi.
D. Bentuk dan Macam – Macam Patologi Birokrasi
Persepsi, Perilaku, dan Gaya Manajerial
Kurangnya pengetahuan-Keterampilan
Tindakan Melanggar Hukum
Dimanifestasikan ke dalam Perilaku Disfungsional
Berkenaan dengan Situasi Internal Birokrasi
Penyalahgunaan wewenang dan jabatan
Ketidakmampuan menjabarkan kebijaksanaan pimpinan
Penggemukan biaya
Bertindak sewenang-wenang
Penempatan tujuan dan sasaran yang tidak tepat
Persepsi atas dasar prasangka
Ketidaktelitian
Menerima sogokan
Pura-pura sibuk
Kewajiban sosial sebagai beban
Mengaburkan masalah
Rasa puas diri
Ketidakjujuran
Paksaan
Eksploitasi
Menerima sogokan
Bertindak tanpa berfikir
Korupsi
Konspirasi
Ekstorsi
Pertentangan kepentingan
Kebingungan
Tindakan criminal
Sikap takut
Tidak tanggap
Cenderung mempertahankan status quo
Tindakan yang tidak produktif
Penipuan
Penurunan mutu
Pengangguran terselubung
Empire Building
Tidak adanya kemampuan berkembang
Kleptokrasi
Tidak sopan
Motivasi yang tidak tepat
Bermewah-mewah
Mutu hasil pekerjaan yang rendah
Kontrak fiktif
Diskriminasi
Imbalan yang tidak memadai
Pilih kasih
Kedangkalan
Sabotase
Cara kerja legalistis
Kondisi kerja yang kurang memadai
Takut pada perubahan, inovasi, dan resiko
Ketidakmampuan belajar
Tata buku tidak benar
Dramatisasi
Inconvenience
Penipuan
Ketidaktepatan tindakan
Pencurian
Sulit dijangkau
Pekerjaan tidak kompatibel
Sikap sombong
Inkompetensi

Sikap tidak acuh
Tidak adanya indikator kinerja
Ketidakpedulian pada kritik dan saran
Ketidakcekatan

Tidak disiplin
Kekuasaan kepemimpinan
Jarak kekuasaan
Ketidakteraturan

Inesia
Miskomunikasi
Tidak mau bertindak
Melakukan tindakan yang tidak relevan

Kaku
Misinformasi
Takut mengambil keputusan
Sikap ragu-ragu

Tidak berperikemanusiaan
Beban kerja yang terlalu berat
Sifat menyalahkan orang lain
Kurangnya Imajinasi

Tidak peka
Terlalu banyak pegawai
Tidak adil
Kurangnya prakarsa

Sikap lunak
Sistem pilih kasih
Intimidasi
Kemampuan rendah

Tidak peduli mutu kerja
Sasaran yang tidak jelas
Kurang komitmen
Bekerja tidak produktif

Salah tindak
Kondisi kerja yang tidak nyaman
Kurang koordinasi
Ketidakrapian

Semangat yang salah tempat
Sarana dan prasarana yang tidak tepat
Kurang kreativitas dan eksperimentasi
Stagnasi

Negativism
Perubahan sikap yang mendadak
Kredibilitas rendah


Melalaikan tugas

Kurangnya visi yang imajinatif


Tanggungjawab rendah

Kedengkian


Lesu darah

Nepotisme


Paparazzi

Tindakan tidak rasional


Melaksanakan kegiatan yang tidak relevan

Bertindak di luar wewenang


Red Tape

Paranoia


Kerahasiaan

Sikap opresif


Utamakan kepentingan sendiri

Patronase


Suboptimasi

Penyeliaan dengan pendekatan punitive


Syncophancy

Keengganan mendelegasikan


Tampering

Keenganan pikul tanggungjawab


Imperative wilayah kekuasaan

Ritualisme


Tokenism

Astigmatisme


Tidak professional

Xenophobia


Sikap tidak wajar




Melampui wewenang




Vasted interest




Pertentangan kepentingan




Pemborosan


Contoh Data Kasus
Dari kasus di lapangan yang ada, dapat dilihat bahwa hal tersebut juga menunjukkan adanya patologi dalam birokrasi khususnya di daerah Kabupaten Bengkalis. Yaitu:
Terkait beberapa isu penyakit di kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Bengkalis dapat dilihat beberapa diantaranya masuk dalam kategori patologi birokrasi Patologi yang timbul karena persepsi dan gaya manajerial para birokrat. Misalnya dalam hal kurang disiplin, ini terbukti dengan adanya para PNS yang tertangkap sedang berada di warung kopi pada saat jam kerja. tentunya kejadian ini bisa di temui pada saat terjadi Razia. Seperti yang di lihat dari “TribunPekanbaru.com” terbukti bahwa Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Riau, Nizhamul, Kamis (22/03/2012)pagi, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah melakukan Razia Terhadap PNS, dan  mereka menemukan atau sudah mendata ada 49 PNS yang tertangkap tangan sedang nongkrong di Kedai kopi pada saat jam kerja.  Melihat situasi yang ada, penyakit tersebut terlihat bahwa masalahnya adalah pada kredibilitas terhadap kinerja yang rendah. 
Ironis memang jika ternyata masih banyak anggota PNS yang tidak taat pada disiplin, padahal. Tentunya mereka tahu akan Peraturan dan Undang-Undang yang berlaku. Dan dari beberapa patologi yang terjadi pada PNS yang ada di Kabupaten Bengkalis, maka hal itu memiliki dampak, yaitu antara lain:
*      Merugikan birokrasi sendiri (krisis kepercayaan, delegitimasi sosial, dll), masyarakat,stakeholder, bangsa dan negara.
*      Menghambat tercapainya kemajuan, modernisasi, dan kesejahteraan.
*      Memicu kerawanan sosial dan perubahan sistem secara evolusi dan revolusi.
Ketidakefektifan satu saja dari asas-asas umum penyelenggaraan negara akan memeberikan dampak yang signifikan dalam hal penjabaran fungsi pelayanan masyarakat. Selain itu sangat mungkin hal ini akan menjangkiti efektifitas asas-asas lainnya.
E. Solusi dari Permasalahan Patologi Birokrasi
Ada penyakit ada pula obatnya. Untuk mengatasi Patologi Birokrasi, seyogyanya seluruh lapisan masyarakat saling bahu-membahu bekerjasama untuk melaksanakan proses pemerintahan bersama dengan sebaik-baiknya. Solusi dari Patologi Birokrasi tidak akan menjadi obat yang mujarab jika seluruh lapisan masyarakat tidak saling mendukung.
Hal ini dikarenakan setiap elemen baik dari pemerintah, dunia bisnis, masyarakat kecil, dan pihak swasta memiliki keterkaitan yang sangat erat dalam berjalannya pemerintahan yang baik.
Solusi Yang Ditawarkan Untuk Mengatasi Patologi Birokrasi Yaitu : 
Pertama, perlu adanya reformasi administrasi yang global. Artinya reformasi administrasi bukan hanya sekedar mengganti personil saja, bukan hanya merubah nama intansi tertentu saja, bukan hanya mengganti papan nama di depan kantor saja, atau bukan hanya mengurangi atau merampingkan birokrasi saja, tetapi juga melakukan reformasi pada hal yang tidak kasat mata seperti upgrading kualitas birokrat, sekolah moral, dan merubah cara pandang birokrat terhadap dirinya dan institusi bahwa birokrasi merupakan suatu alat pelayanan publik dan bukan untuk mencari keuntungan.
Kedua, pembentukan kekuatan hukum dan per-Undang-Undangan yang jelas. Kekuatan hukum sangat berpengaruh pada kejahatan-kejahatan, termasuk kejahatan dan penyakait-penyakit yang ada di dalam birokrasi. Kita sering melihat bahwa para koruptor tidak pernah jera walaupun sering keluar masuk buih. Ini dikarenakan hukuman yang diterima tidak sebanding dengan apa yang telah diperbuat.
Pembentukan supremasi hukum dapat dilakukan dengan cara
1.   Kepemimpinan yang adil dan kuat
2.   Alat penegak hukum yang yang kuat dan bersih dari kepentingan politik
3.   Adanya pengawasan tidak berpihak dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan dalam birokrasi.

Ketiga, ialah dengan cara menciptakan sistem akuntabilitas dan transparansi. Kurangnya rasa bertanggung jawab yang ada dalam birokrasi membuat para birokrat semakin berani untuk menyeleweng dari hal yang semestinya dilakukan. Pengawasan dari bawah dan dari atas merupakan alat dari penciptaan akuntabilitas dan transparansi ini. Pembentukan E-Governmentdiharapkan mampu menambah transparansi sehingga mampu memperkuat akuntabilitas para birokrat
Keempat, hal yang masih ada hubungannya denga ketiga faktor di atas, yakni dengan menegakkan Good Governance. Meskipun konsep governance masih belum jelas dan masih menjadi perdebatan, namun akumulasi ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah membuat beberapa kalangan menekan untuk segera diterapkannya good governance concep

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
4.2 Saran



DAFTAR PUSTAKA

Thoha, Miftah. 2003. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo
Sondang, P. Siagian. 1994. Patologi Birokrasi Analisis Identifikasi dan terapinya. Jakarta : Ghalia Indonesia